News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

SEJARAH GERAKAN WAHABI DI INDONESIA YANG TERLUPAKAN

SEJARAH GERAKAN WAHABI DI INDONESIA YANG TERLUPAKAN


Ketika terjadi pemilihan umum, orang telah menyebut kembali yang baru, lalu untuk alat kampanye, nama Wahabi. Ada yang mengatakan bahwa Masyumi itu adalah Wahabi, sebab itu jangan pilih orang Masyumi.

Pihak komunis pernah turut pula menyebut Wahabi dan mengatakan bahwa Wahabi itu dahulu telah datang ke Sumatra, dan orang-orang Sumatra yang memperjuangkan Islam di tanah Jawa ini adalah dari keturunan kaum Wahabi.

Memang sejak Abad ke-18, sejak gerakan Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang sangat berkuasa, takut kepada Wahabi.

Karena Wahabi adalah permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah karena apabila ia masuk ke suatu negeri, ia akan mengembangkan mata penduduknya menantang penjajahan.

Sebab paham Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan segala sesuatu yang akan membawa kepada syirik.

Sebab itu timbullah perasaan tidak ada tempat takut melainkan Allah Subhanahu wa ta'ala.

Wahabi adalah menantang keras kepada Jumud, yaitu memahami agama dengan beku.

Orang harus kembali kepada Al-Qur'an dan al-Hadits.

Ajaran ini telah timbul bersamaan dengan timbulnya kebangkitan Revolusi Prancis di Eropa.

Pada masa itu juga infiltrasi dari gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa. Pada Tahun 1788 M, di zaman pemerintahan Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran Sunan Bagus, beberapa orang penganut paham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di negeri ini. Bukan saja mereka itu masuk ke Solo dan Yogya, tetapi mereka pun meneruskan juga penyiaran pahamnya di Cirebon, Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab jelas anti-penjajahan.

Sunan Bagus sendiri pun tertarik dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apa akibatnya bagi penjajahannya, kalau paham Wahabi ini dikenal oleh rakyat.

Padahal ketika itu perjuangan memperkukuh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Akan tetapi, mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, ahli-ahli kerajaan memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja kepada Pemerintah Belanda. Lantaran desakan itu, mereka pun ditangkapi dan diserahkan kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itupun diusir kembali ke tanah Arab.

Akan tetapi, di Tahun 1801 M, artinya 12 Tahun di belakang, kaum Wahabi datang lagi. Sekarang, bukan lagi orang Arab, melainkan anak Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai Sikat (Agam) Haji Abdurrahman Piabang (Lubuk Limapuluh Koto), dan Haji Mohammad Haris Tuanku Lintau (Luhak Tanah Datar).

Mereka menyiarkan ajaran itu di Luhak Agam (Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan pengikut. Di antara murid mereka ialah Tuanku Nan Renceh Kamang dan Tuanku Samik Empat Angkat. Akhirnya, gerakan mereka itu meluas dan melebar sehingga terbentuklah kaum Paderi yang terkenal. Di antara mereka ialah Tuanku Imam Bonjol. Terjadilah Perang Paderi yang terkenal itu. Selama 37 Tahun melawan penjajahan Belanda.

Bilamana di dalam Abad ke-18 dan 19 gerakan Wahabi dapat dipatahkan, pertama orang-orang Wahabi dapat diusir dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata, namun di awal Abad ke-20 mereka muncul lagi.

Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai Kaum Muda.

Di Jawa datanglah K.H.A. Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati.

K.H.A. Dahlan mendirikan Muhammadiyah.

Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika ia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu ar-rabithah Alawiyah dan al-Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk ar-rabithah Alawiyah.

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, Pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekah, Ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku untuk mengkafirkan Wahabi. Bahkan ada di kalangan ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pendiri paham ini adalah keturunan Musailamah al-Kadzdzab.

Pembangunan Wahabi pada umumnya adalah bermadzhab Hambali, tetapi paham itu juga dianut oleh pengikut Madzhab Syafi'i, sebagaimana kaum Wahabi Minangkabau, dan juga penganut Madzhab Hanafi sebagaimana kaum Wahabi di India.

Sekarang, Wahabi dijadikan kembali sebagai alat, untuk menekan semangat kesadaran Islam oleh beberapa golongan tertentu, yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar.

Kebanyakan orang Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran Wahabi, melainkan nama Wahabi.

Ir. Dr. Sukarno dalam surat-suratnya dari Endeh kelihatan bahwa pahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi.

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen umat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi.

Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang dapat mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekah. Umat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925 M). Sampai mengutus 2 orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekah, yaitu HOS. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur, dan Haji Agus Salim datang ke Mekah Tahun 1927 M.

Karena Tahun 1925 M dan Tahun 1926 M itu belum lama, baru 50 Tahun lebih saja, masih banyak orang yang dapat mengenangkan, bagaimana hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, atau dari umat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan ulama-ulama pengikut Syarif.

Sekarang, pemilihan umum yang pertama sudah selesai.

Mungkin menyebut-nyebut Wahabi dan membusuk-busukkannya ini akan disimpan dahulu untuk pemilihan umum yang akan datang.

Mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang sehingga gambar-gambar figur nasional, Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A. Dahlan diturunkan dari dinding, dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan paham Wahabi sebagaimana Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.

(Buya HAMKA, DARI PERBENDAHARAAN LAMA: Menyingkap Sejarah Islam di Nusantara, Hal. 213-216, Penerbit Gema Insani, Cet.1, Agustus 2017).

(Abu Musa Al-Asary)

Tags

Newsletter Signup

Barang siapa yang penampilan dhohirnya lebih berbobot daripada batinnya maka akan ringan timbangan nya nanti di hari kiamat.

Posting Komentar