News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Karakteristik Ulil Amri minkum

Karakteristik Ulil Amri minkum

Sebagai pemimpin umat, Rasulullah Shollollohu'alaihiwasallam memiliki empat ciri kepemimpinan, yakni:

1. Shidiq (jujur), 

2. Fathanah (cerdas dan berpengetahuan), 

3. Amanah (dapat dipercaya), dan 

4. Tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannnya dan semua orang).

Adapun kreteria seorang Ulil Amri dalam Islam, yakni:

a. Adil.

b. Mempunyai pengetahuan yang luas.

c. Sehat mental dan fisik.

d. Lengkap anggota badan.

e. Cepat mengambil keputusan.

f. Pemberani.

g. Mempunyai keturunan yang baik

(Lihat Ibid,hal.22-24)

Ciri-ciri Ulil Amri atau pemimpin umat Islam baik berupa lembaga (pemerintahan atau organisasi) maupun perorangan (tokoh, pemimpin masyarakat), telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 59 itu sendiri, yakni benar-benar beriman dan mengurusi segala perkara dengan landasan Al-Quran dan As- Sunah (Syariat Islam)

 (Lihat Ibid, hlm 25)

Seorang pemimpin yang berusaha seoptimal mungkin meneladani ke- empat sifat Rasulullah SAW tersebut dalam menjalankan kepemimpinannya, besar kemungkinan dia akan menjadi pemimpin yang adil, yaitu yang adil adalah pemimpin yang mengikuti perintah Allah ta'ala dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula menyepelekan dan bisa menjadi pemimpin yang adil dalam berhukum.

Sebuah ayat Al-Qur’an yang telah menjelaskan mengenai hal ini adalah 

terdapat pada ayat:

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ۖ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

 “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk senantiasa mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi.”

[ QS. Al-Anbiya’: 73]

Ayat ini berbicara pada tataran ideal tentang sosok pemimpin yang akan memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan, seperti yang ada pada diri para Nabi (manusia pilihan Allah). Karena secara korelatif, ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan para nabi yang memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan yang mensejahterakan umat lahir dan batin. Tidak berlebihan jika dikatakanbahwa ayat ini merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal yang akan memberi kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun.

Adapun dalam kehidupan kontemporer seperti saat ini segenap sistem hidup yang diberlakukan di berbagai negara baik negara mayoritas penduduknya Muslim maupun Kafir ialah mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan 

kepada selain Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Tidak kita jumpai satupun tatanan kehidupan modern yang jelas-jelas menyebutkan bahwa ideologi yang diberlakukan ialah ideologi Islam yang intinya ialah mendahulukan berbagai ketetapan Allah dan Rasul-Nya sebelum yang lainnya. Malah sebaliknya, kita temukan semua negara modern yang eksis sampai saat ini memiliki konstitusi buatan manusia, selain Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah, yang menjadi rujukan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Seolah manusia mampu merumuskan konstitusi yang lebih baik dan lebih benar daripada sumber utama konstitusi yang datang dari Allah subhanahuwata'ala.

[ Khoirul Anam, Fikih Siyasah Dan Wacana Politik Kontemporer

(Yogyakarta: Ida Pustaka, 2009) hlm.36]

Bila demikian keadaannya, berarti tidak ada satupun pemimpin negara di negara manapun yang ada dewasa ini layak disebut sebagai Ulil AmriMinkum yang sebenarnya. Pantaslah bilamana mereka dijuluki sebagai Mulkan Jabriyyan. 

Mulkan Jabbriyyan artinya para penguasa yang memaksakan kehendaknya seraya tentunya mengabaikan kehendak Allah dan Rasul-Nya.

[LihaIbid,. Hlm 38]

Adapun masyarakat luas yang mentaati mereka berarti telah menjadikan para pemimpin tersebut sebagai para Thoghut, yaitu pihak selain Allah yang memiliki sedikit otoritas namun berlaku melampaui batas sehingga menuntut ketaatan ummat sebagaimana layaknya mentaati Allah. Keadaan ini mengingatkan kita akan peringatan Allah mengenai kaum munafik yang mengaku beriman namun tidak kunjung meninggalkan ketaatan kepada Thoghut. Padahal Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk meninggalkan para Thoghut bila benar Imannya. Sebagaimana keterangan yang ada dalam Al-Qur’an, yang berbunyi:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut ,( Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 

1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 

2. berhala-berhala)

Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”.

(Surat An-Nisa' Ayat 60)

Sungguh dalam kelak nanti di neraka penyesalan mereka yang telah mentaati para pembesar dan pemimpin yang tidak menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai tempat kembali dalam menyelesaikan segenap perkara kehidupan. 

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, firman Allah yang berbunyi:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا

Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". 

وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا

Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar).

رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِوَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar".

(Q.S. Al-Ahzab ayat 66-68)

Kita diwajibkan untuk taat kepada orang dalam perkara yang ma'ruf. Dan tidak ada ketaatan dalam hal yang munkar. Tidak ketaatan kepada makhluk dalam masalah kemaksiatan kepada Khaliq (Allah). Sebaliknya kepada kemungkaran kita diwajibkan untuk mengingkarinya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, dan jika tidak mampu wajib ingkar dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman. Bukan malah mendukung dan membelanya.

Sesungguhnya di antara macam syirik adalah syirik dalam ketaatan. Yaitu taat kepada makhluk dalam masalah penetapan syariat (aturan) yang bertentangan dengan syariat Allah, di antaranya halal dan haram. Zina diharamkan oleh Allah. Siapa yang membolehkannya dengan dilokalisasi berarti telah menghalalkan yang diharamkan Allah.Hak menetapkan syariat hanya milik Allah. Syariat yang Allah tetapkan untuk diberlakukan adalah Islam. Maka menerapkan syariat Islam adalah wajib hukumnya. Sedangkan menolak hukum Islam dan mengambil aturan selain Islam, walau itu disepakati rakyat, adalah bagian dari memberikan hak tasyri' kepada selain Allah. Itu kesyirikan dan kekufuran. Sebagaimana dalam Al-Qur’an:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ 

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya( Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.) Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”.

(Q.S Al-An’am ayat 121)

Dari penelitian menunjukkan bahwa seorang yang tergolong sebagai pemimpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya yang berhasil memang telah diberkahi dengan bakat-bakat kepemimpinan dan karirnya mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan pengalaman kerja.

Pengembangan kemampuan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dengan maksud agar yang bersangkutan semakin memiliki lebih banyak ciri-ciri kepemimpinan.

Adapun syarat-syarat seorang pemimpin yang ideal diantaranya adalah:

a) Memiliki inteligensi yang tinggi dan pendidikan umum yang luas 

b) Bersifat ramah tamah dalam tutur kata,      sikap, dan perbuatan

c) Berwibawa dan memiliki daya tarik

d) Sehat jasmaniah maupun rohaniah (fisik maupun mental)

e) Kemampuan analistis

f) Memiliki daya ingat yang kuat

g) Mempunyai kapasitas integrative

h) Keterampilan berkomunikasi

i) Keterampilan mendidik

j) Personalitas dan objektivitas

k) Jujur (terhadap diri sendiri, atasan, bawahan, sesama pegawai)

[ Khoirul Anam, Fikih Siyasah Dan Wacana Politik Kontemporer

(Yogyakarta: Ida Pustaka, 2009).]

Sumber : dikutip dari uinsby.ac.id (pdf)

Tags

Newsletter Signup

Barang siapa yang penampilan dhohirnya lebih berbobot daripada batinnya maka akan ringan timbangan nya nanti di hari kiamat.

Posting Komentar